PACARAN, ya kata
ini paling populer di kalangan remaja dan mahasiswa. Gak punya pacar
rasanya seperti hidup di dunia lain. Bahkan karena dianggap tak punya
pacar, stigma jomblo dirasakan aib dan ‘teror’ kalangan remaja.
Saking pentingnya pacar bagi rata-rata kawula muda, sekarang sudah booming istilah Long Distance Relationship alias LDR. Yakni pacaran jarak jauh.
LDR ini cukup jadi favorit, utamanya bagi
mereka yang hariannya stalking media sosial. Tau kan, sekarang banyak
orang senyam-senyum lihat layar smartphonenya? Meski tidak semua karena
sedang LDR-an, tapi kalau remaja masak iya dia sedang chatting sama guru matematikanya hehe.
Sebagian kawula muda memandang LDR jauh
lebih aman ketimbang pacaran jarak dekat. Karena jarang pegang-pegangan,
gak jalan bareng, alias cukup buka smartphone, terus chatting, sudah.
Gak perlu modal buat jalan-jalan, makan bareng, hunting pernak-pernik,
dan sebagainya. Very simple pokoknya.
Tetapi, yang namanya pacaran tetap saja
tidak membawa keuntungan yang benar-benar fitrah manusia butuhkan.
Misalnya, belum ada tuh cerita kawula muda berprestasi, kreatif dan
sukses jadi entrepreneur yang hari-harinya cuma pacaran.
Pacaran mungkin menjanjikan keindahan.
Tetapi dalam kenyataan, semua hanya sebatas impian. Makanya sekarang
banyak sekali netizen remaja yang statusnya galau bin kacau. Tidak
jarang kata yang memiliki arti dalam pun jadi salah tempat.
Ada netizen remaja yang menulis status
twitternya seperti ini, “Sudah sabar aja. Aku mah sering banget di
PHP-in ma doi. Tapi mau apalagi, inilah hidup. Sabar aja lagi.”
Padahal, sabar kan tempatnya dalam
ketaatan dan kesungguhan menjauhi larangan. Ini malah dipake dalam
pacaran. Di sini kita merasa sedih.
Kemudian ada yang gradasinya lebih serius
hehe. “Huh dasar cowok. Kalau sudah dikasih apa maunya, main pergi aja.
Nyesel gue, tau gitu gak sudi gue pacaran ma looo.”
Kalau itu dilakukan kawula muda sejak SMP,
lanjut SMA dan kuliah. Bayangkan berapa kali hidup harus bertemu dengan
yang namanya patah hati. Padahal, hidup ini kan bukan untuk patah hati.
Dan, sangat sedikit yang menikah dan langgeng kakek-nenek berawal dari
pacaran. Kalau yang bermasalah buanyak sekali.
Nikah Yes, Pacaran No
Mengapa pacaran sering bikin patah hati?
Jawabannya sederhana, karena tidak ada ikatan sakral. Islam mengatur
hubungan lelaki dan wanita sedemikian rupa. Kalau memang sudah siap,
segeralah menikah. Pacaran, sama sekali tidak dikenal dalam ajaran mulia
ini (Islam).
Tapi kalau nikah kan masih lama? Ya, kalau
Anda masih SMP terus mau nikah kan belum waktunya. Lantas kalau belum
waktunya jadi boleh pacaran gitu!
Tetep nggak dong. Coba deh
berpikir dulu. Ke sekolah orang tua maunya kepada kita apa. Belajar kan?
Ya udah, serius saja belajar. Gunakan waktu sebaik mungkin untuk
menempa diri sebaik mungkin. Soal teman-teman pacaran, itu pilihan
mereka. Bukankah masa depan kita ditentukan oleh kita sendiri!
Di sinilah pentingnya kawula muda mengerti
bahwa cinta hanya boleh dibahas saat pernikahan. Selama sekolah, maka
tidak ada bahasan apalagi praktik cinta terhadap lawan jenis. Simple
bukan.
Kalau pemahaman kawula muda sudah seperti
itu, yakin deh yang namanya cowok-cowok mental pecundang itu gak akan
pernah berani deket. Karena mereka juga ngukur diri, mereka belum mampu
bertanggung jawab.
Hal yang sama juga berlaku sama remaja Muslim lelaki. Kalau mindsetnya sudah Nikah Yes Pacaran No.
Kamu tidak akan pernah terpikir untuk bagaimana mendekati si A si B dan
sebagainya hanya untuk dijadikan pacar. Tetapi, kamu akan sibuk mengisi
waktu untuk fokus belajar dan menempa diri.
Indahnya Pacaran Setelah Nikah
Boleh percaya, boleh tidak. Tetapi ini
fakta. Sewaktu ada seorang mahasiswa Hidayatullah Depok, ada seorang
mahasiswa yang ketika lulus memantabkan diri ikut progam ‘Nikah Mubarokah’ di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan Kalimantan Timur.
Sebut saja namanya Rama. Selama kuliah
Rama memang tidak terlihat kecuali di tiga tempat. Masjid, kelas dan
perpustakaan. Sesekali keluar kampus mengikuti seminar di luar. Setelah
lulus dan menikah, kehidupannya pun makin tidak jauh dengan yang namanya
buku.
Ketika menikah, Rama mendapatkan pasangan
asal Bau-Bau Sulawesi Tenggara. Usai nikah, Rama kembali menjalani
aktivitas dakwahnya di sebuah desa tertinggal di kawasan Banten. Dan,
setelah tiga tahun pernikahannya berjalan saya bertemu Rama.
Saya bertanya, “Rama bagaimana rasanya
ikut nikah mubarokah?” Alhamdulillah bang, saya luar biasa terkejut.
Indahnya bukan main,” katanya disertai senyum lebar.
“Padahal saya tidak pernah kenal istri
saya sebelumnya. Saya bismillah saja, nikah dengan niat ibadah dan
dakwah. Itu saja modal saya,” imbuhnya mengisahkan. Kini Rama sedang
menanti detik-detik kelahiran anak keduanya.
So, teruntuk kawula muda Muslim
di negeri ini, sayangilah hatimu agar jangan lagi jadi korban patah
hati, apalagi sampai berkali-kali hanya karena atas nama cinta, yang
sebenarnya nuranimu sudah meyakini itu tidak diridhoi Ilahi. Untuk itu,
jauhilah pacaran, karena keindahan cinta itu hanya ada dalam
pernikahan.*
Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar